Situasi Prostitusi wanita malam pulau batam: 6 Fakta Menakjubkan

Dulu, dibangun Panti Rehabilitasi Sosial Panti Asuhan (PRSNP) non Panti Asuhan Tanjungpandan atau Sintai untuk mengatasi penyakit masyarakat, khususnya prostitusi ilegal di Batam. Para PSK yang tersebar wanita malam pulau batam dijaring dan dibawa ke sini.

Sintai awalnya dibangun untuk membantu pekerja seks kembali ke “jalan lurus” dengan memberikan rehabilitasi. Orang-orang di tempat ini menerima pelatihan. Juga, petugas polisi sering memeriksa kesehatan mereka.

Meskipun demikian, di wilayah ini, PSK juga diperbolehkan bekerja di pub dan tempat hiburan. Juga, kondom diwajibkan oleh hukum daerah.

Pembinaan tetap dilakukan, misalnya dengan mengajarkan keterampilan. Hal ini dimaksudkan untuk menjadi modal mereka ketika mereka berintegrasi kembali ke dalam masyarakat dan mulai mencari nafkah yang “baik”. Mereka akhirnya berhasil kembali ke kampung halaman mereka.

Menurut Perda No. 16 Tahun 2002, Pemko Batam melakukan pengawasan ketat agar jumlah PSK tidak bertambah, yang merupakan syarat Perda wanita malam pulau batam Nomor 6 Tahun 2002 tentang Ketertiban Sosial Pasal 8 ayat 2 butir. Risiko tertular HIV/AIDS sangat tinggi bagi PSK.

Pembinaan pun dilakukan, termasuk keterampilan mengajar. Idenya adalah bahwa mereka akan menggunakan ini sebagai modal mereka untuk berintegrasi kembali ke dalam masyarakat dan mencari nafkah yang “baik”. Setelah itu, mereka melakukan perjalanan lambat kembali ke kampung halaman mereka.

Sebuah Perda No. 16 Tahun 2002 menyebutkan perlunya pengawasan yang ketat dari Pemko Batam agar jumlah PSK tidak bertambah seperti yang tertera dalam Tertib Sosial Pasal 8 ayat 2 Perda Kota Batam Nomor 6 Tahun 2002. PSK adalah berisiko tinggi terkena HIV dan AIDS.

1. Acap Kali Datangkan PSK Baru

Pekerja seks ABG dilaporkan banyak di daerah sintai. Di sini, eksploitasi anak adalah masalah nyata.

Polisi baru-baru ini menahan pelaku perdagangan manusia di Tanjunguncang, Lokalisasi Sintai, Kecamatan Batuaji. Sebagai tersangka, tiga orang diamankan. Di sebuah bar, anak di bawah umur dipekerjakan.

Baik Sm dan Ds menjalankan bar dan bekerja sebagai mucikari. Seperti (15), yang juga di bawah umur, menjadi perekrut gadis-gadis muda itu.

2. Untuk Rp 200.000, pelacur berdandan setiap malam

Nunu (23), salah seorang PSK, mengaku setiap laki-laki yang lewat dikenakan tarif Rp. 200.000 untuk layanan 30 menit sebagai imbalan atas layanannya. Di Lokasi Sintai, Tanjunguncang, wanita malam pulau batam, Kepulauan Riau, dia mengikuti aturan tersebut.

Beberapa tamu dalam satu malam bersedia menggunakan jasanya. “Kunjungan bisa antara 2 sampai 3 orang. Kadang-kadang tidak ada sama sekali” jelas warga Tanjung Priok tersebut.

Nunu telah bekerja di industri seks komersial selama lebih dari dua tahun. “Sebelum ini. Di Jakarta, saya punya pekerjaan. Kemudian, di Pucuk (Jambi), ”tuturnya kepada Batamnews.

3. Empat orang bisa bermalam jika sudah penuh.

Lita, 23 tahun, bekerja sebagai PSK di Tanjunguncang, wanita malam pulau batam, di lokalisasi Sintai. Dia mengakui bahwa itu adalah pengalaman pertamanya.

Lita asli Jawa Barat berasal dari Indramayu. Wanita berambut panjang itu baru saja bekerja selama sebulan, dan suaranya halus. “Sebelumnya saya kerja freelance. Indramayu hanya menemani karaoke dan minum-minum,” ujarnya.

Lita mendandani dirinya sendiri setiap malam, seperti Nunu. Untuk menarik perhatian para pria yang ingin menggunakan jasanya, mereka harus memiliki bau badan yang harum yang membuat mereka tampil menarik dan membuat penasaran.

4. Bahaya HIV di kawasan Ini

Blok S, kadang disebut sebagai lokalisasi Sintai, adalah salah satu yang secara sadar digalakkan pemerintah sejak tahun 1990-an. Tujuan awal didirikannya—khususnya di Nagoya dan Jodoh—adalah untuk mengurangi penyebaran pelacuran di kota tersebut.

Sejak awal, setiap mucikari di rumah bordil itu memiliki ratusan atau mungkin ribuan perempuan pekerja seks yang secara bergiliran menyewa kamar di belasan rumah atau bar.

Sintai terletak di selatan Kota Batam dan sekitar 30 kilometer dari Nagoya. Daerahnya cukup jauh. Jalan rusak, kecil dan berdebu.

Para wanita Sintai masih muda menurut standar Barat. Anda mungkin mendekati 17 sampai 25 tahun. Bahkan ada yang terlihat awet muda.

Ada pengasingan total untuk para pelacur. Para wanita tidak diizinkan untuk meninggalkan daerah tersebut selama masa kontrak, yang seringkali antara enam bulan dan satu tahun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *